DBH di Pangkas, Daerah Harus Perjuangkan Mandatory UU

Pekanbaru, seputarriau.co  - Adanya kebijakan Pemerintah Pusat melakukan Pemangkasan/Pengurangan Dana TKD (Transfer ke Daerah) yang antara lain didalamnya terdapat komponen DBH Migas dan DBH Non Migas (khususnya DBH Kelapa Sawit), sangat merugikan rakyat daerah, demikian pandangan Muhammad Herwan -- Pemerhati Kebijakan Publik.

Pengurangan TKD tersebut antara lain akibat dari Kebijakan Efisiensi Anggaran yang diumumkan  di awal Pemerintahan Presiden Prabowo dengan menerbitkan Inpres No. 1 Tahun 2025 kemudian ditindaklanjuti oleh Menkeu Sri Mulyani melalui PMK No. 56 Tahun 2025 pada bulan Juli 2025 dan mulai berlaku per Agustus 2025.

"Terhadap kebijakan yang dilakukan di tahun 2025 ini saja, pembangunan di daerah sudah stagnan, dan beban ekonomi rakyat makin berat", tambah Herwan yang juga Wakil Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau, ternyata untuk tahun anggaran 2026, pemangkasan TKD kembali dilakukan Pemerintah Pusat.

Hal tersebut diketahui dari Kebijakan Pemerintah untuk APBN 2026 yang memangkas Dana TKD sebesar 50%, lanjut Herwan.

Selain pemangkasan TKD, kebijakan Pemerintah melalui Permendagri No. 14 Tahun 2025 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2026, menginstruksikan  pembebanan Anggaran MBG (Makan Bergizi Gratis) Tahun 2026 dibiayai dg APBD (tidak dengan dana APBN seperti yg dijalankan di tahun 2025 ini).

Menurut Herwan, yang juga Wakil Sekretaris Apindo Riau, "program populis Pemerintah Pusat ini akan semakin membebani anggaran daerah dan akan menghilangkan program pembangunan untuk rakyat, padahal daerah tentunya sudah punya rencana program prioritas yang benar-benar diperlukan dan menyentuh langsung kepentingan rakyat".

Ironisnya, tegas Herwan yang belasan tahun menjabat Direktur Eksekutif Kadin Riau, daerah tidak mencermati tindakan Pemerintah Pusat yg mengurangi hak daerah ini (bukankah alokasi prosentase DBH Migas dan DBH Non Migas merupakan mandatory UU yang tak bisa diubah hanya dengan Inpres atau Peraturan Menteri), apakah tersebab daerah tak punya data yang valid berapa sebenarnya besaran DBH yang menjadi hak daerah yang wajib ditransfer Pemerintah Pusat ke Daerah ???

Herwan mengingatkan, "pemangkasan TKD ini  akan sangat berdampak pada pembangunan daerah, karenanya Pemerintah Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota dan DPRD Provinsi/Kab/Kita) harus nya segera bersikap dan memperjuangkan hak keuangan daerah ini, jangan berdiam diri dan hanya menerima kebijakan Pemerintah Pusat".

Jangan-jangan *"ketidakpedulian"* Pemerintah Daerah atas kebijakan pengurangan/pemangkasan TKD oleh Pemerintah Pusat ini, karena bukan sekedar tidak paham tetapi karena memang tak mencermati perkembangan kebijakan nasional ???!!!, tegas Herwan.

Disisi lain, keniscayaan bagi Pemerintah Daerah untuk mawas diri dan melakukan introspeksi terhadap paradigma penggunaan anggaran yang selama ini dijalankan, postur APBD dengan proporsi belanja operasio (gaji dan tunjangan pegawai serta biaya perjalanan dinas, dll) lebih besar daripada biaya pembangunan harus diubah. Efisiensi pada belanja operasi harus menjadi prioritas utama, pungkas Herwan.


[Ikuti Seputar Riau Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar