LSM Benang Merah: Warga Pekanbaru Boleh Tolak Bayar Retribusi Sampah Jika Tak Ikut Musyawarah!

 

 

 

Pekanbaru, seputarriau.co - LSM Benang Merah meminta Pemko Pekanbaru cermat dan hati-hati dalam mengurus persoalan sampah jika melibatkan uang yang diperoleh dari masyarakat untuk dikelola oleh Lembaga Pengelola Sampah (LPS). Khususnya, soal besaran Retribusi Sampah yang dibayar oleh warga.

Benang Merah memaparkan secara terang sejumlah poin penting dalam Peraturan Walikota (Perwako) Pekanbaru Nomor 28 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) Kota Pekanbaru Nomor 08 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah.

"Kita break down (uraikan* red) satu persatu. Di Perwako Nomor 28 disebutkan bahwa retribusi sampah itu untuk Biaya Operasional LPS yang peruntukannya untuk operasional pengangkutan sampah dan biaya opersional rukun tetangga atau rukun warga sebagai koordinator sesuai dengan kesepakatan bersama. Jelas disebutkan, ada untuk biaya RT dan RW," kata Direktur Eksekutif LSM Benang Merah Keadilan, Idris, Senin (30/06/25).

Kemudian, di Perwako itu berulang kali disebutkan bahwa besaran retribusi adalah kesepakatan dan musyawarah warga. Yaitu pada Pasal 18 ayat (1), Pasal 21 ayat (2). Bahkan, sebut Idris  Pasal 21 ayat (3), mempertegas bahwa besaran retribusi hasil musyawarah itu harus dituangkan dalam Berita Acara.

"Pak Walikota Pekanbaru sudah jelaskan, besaran retribusinya hasil musyawarah. Namun, perangkat dibawahnya, baik DLHK (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan red), Camat dan Lurah, jangan memberi informasi setengah-setengah maupun distorsi informasi. Jadi, kalau ada warga tak diajak musyawarah oleh RT dan RW, ya boleh saja menolak membayar karena tidak ada namanya dalam Berita Acara. Kata kunci menyangkut besaran retribusi adalah musyawarah atau kesepakatan warga, lalu pernyataan kesanggupan membayar dan Berita Acara. Apakah RT atau RW ada mengirim Undangan ke Warga untuk musyawarah? Jadi Lurah dan Camat jangan asal teken besaran," lanjut Idris.

Diungkapkannya, akibat kurangnya informasi lengkap sesuai Perwako 28 itu, membuat masyarakat jadi kesal karena hanya disuguhkan surat besaran retribusi dari Lurah dan Camat.

"Surat-surat Lurah dan Camat itu beredar dimana-mana. Sangat wajar jika warga marah. Tak diajak musyawarah, main 'patok' harga sendiri. Patokan harga pun tak menyebut luas bangunan sesuai Perda Sampah. Akhirnya, ada selentingan kabar menduga LPS ini dikendalikan kelompok tertentu. Karena logo mobilnya sama semua. Padahal, LPS ini merujuk pada Perwako 28, tidak ada larangan 2 atau 3 LPS beroperasi dalam 1 Kecamatan. Karena mekanisme terbentuknya dari bawah. Perwako 28 ini mendorong inisiatif warga untuk membentuk LPS sendiri sesuai inisiatif mereka, bukan pemerintah yang membentuk. Pemerintah hanya mengontrol operasional. LPS ini Bottom Up alias Usulan dari Bawah, Bukan Top Down alias Intruksi dari Atas ke Bawah, red)," sebutnya.

Dijelaskannya, pada Pasal 17 ayat (1) berbunyi : Lembaga Pengelola Sampah dapat berbentuk badan usaha berbentuk badan hukum maupun badan usaha yang tidak berbadan hukum atau perorangan.

"Asal dapat persetujuan RT dan RW, direkomendasikan Lurah lalu ditetapkan oleh Camat melalui Surat Keputusan (SK). Kemudian, mendaftar ke DLHK untuk mendapatkan izin operasional dengan memenuhi sejumlah syarat yang ditentukan oleh Perwako tersebut," rincinya.

Selanjutnya, saat mendaftar itu, LPS diwajibkan membuat rencana kerja yang memuat: a. wilayah kerja, b. luas wilayah kerja, c. jumlah rumah tangga non usaha, d. jumlah rumah tangga usaha, e. jumlah usaha mikro kecil non rumah tangga; d. pernyataan kesanggupan pembayaran retribusi, dan e. rencana wilayah pembuangan sampah.

"Point 'd' itu jelas, LPS untuk dapatkan izin operasional harus melampirkan warga-warga mana saja yang sudah membuat pernyataan pembayaran retribusi berdasarkan data-data yang dihimpun oleh LPS itu. Jadi, seluruh Surat Edaran Lurah dan Camat yang baru-baru ini beredar di masyarakat terkait besaran retribusi, patut dipertanyakan," tegasnya.

Menurutnya, merujuk Perwako, PS itu bisa saja badan usaha, badan hukum dan perorangan.

Selain itu, Benang Merah menyoroti Pasal yang menyebut soal Kerjasama LPS dengan Pemko dalam hal ini DLHK.

"Pasal 18 itu dimana disebutkan kerjasamanya berlaku 1 tahun dan dievaluasi. Ini artinya LPS bukan milik pemerintah. Dan Perjanjian Kerjasama itu harus jelas dibuka, apakah ada kewajiban-kewajiban lain diatur, selain dari Perwako. Misalnya, ada kontribusi berapa rupiah per ton sampah. Kenapa harus jelas, agar Inspektorat dan DPRD selaku Pengawas dapat meminta laporan. Perwako itu jelas bunyinya, dan jika Perwako mau di revisi, maka sebaiknya, revisi dulu Perda Sampah diatasnya," sambungnya lagi.

Ia menilai, tidak boleh ada kewajiban LPS 'berbau' uang kepada Dinas dalam poin kerjasama, karena bisa diartikan Pemerintah Berbisnis telah dengan Rakyat.

"Karena, tugas LPS adalah mengangkut sampah dari rumah warga ke TPS. Sedangkan dari TPS ke TPA itu urusan DLHK mengangkutnya pakai sistem apa," terangnya.

Dan, untuk pengangkutan dari TPA ke TPA dan lainnya, Idris mengungkap, Walikota Pekanbaru Agung Nugroho melalui DLHK telah menganggarkan APBD untuk pengangkutan sampah yang masuk dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) untuk bulan Juli sampai Desember 2025 ini sebanyak Rp.33.365.118.000.

Selain itu ada juga Anggaran yang secara terpisah berupa  untuk sewa pengangkutan sampah, Pemilah sampah dan Jasa Tenaga Angkutan Sampah Bulan Juni,.

Anggaran yang akan dikeluarkan Walikota tersebut, berupa Jasa Angkutan Persampahan Kawasan I senilai Rp. 16.836.240.000, Jasa Angkutan Persampahan Kawasan II senilai Rp. 11.796.010.000 dan Jasa Angkutan Persampahan Kawasan III Rp. 4.732.868.000.

Selain itu, terdapat anggaran untuk Sewa Kendaraan Angkutan Persampahan sebesar Rp. 3.538.880.352, Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Induk (masterplan) Pengelolaan Sampah Kota sebesar Rp. 650.000.000, Sewa Armada Angkutan Persampahan sebesar Rp. 2.708.289.000, Jasa Tenaga Angkutan Sampah Bulan Juni sebesar Rp. 1.830.318.637 dan Pemilah Sampah sebesar Rp.900.000.000

"Kemudian, karena PT EPP habis kontrak 2 Juni 2025, maka, dianggarkan Pengelolaan sampah Rp1,83 Milyar dan anggaran untuk Pemilah Sampah sebesar Rp900 juta, untuk bulan Juni.

"Karena ini menyangkut duit rakyat dan berpotensi adanya penyimpangan dalam tata kelola, kami telah surati Kejari Pekanbaru dalam hal ini Seksi DATUN meminta agar dilakukan pendampingan terhadap pengelolaan ini," tutup Idris. 

 

Sumber: Berita Riau 


[Ikuti Seputar Riau Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar