Etika Sosial Perpajakan Dikehidupan Bermasyarakat

PEKANBARU, seputarriau.co  - Ketika dikaitkan dengan pajak, itu akan memiliki berbagai sisi yang terlibat di dalamnya. Bahkan jika Anda dapat mengatasi semua bagian di dalamnya. Subyektif ke seluruh negara adalah pajak. Oleh karena itu, berarti bahwa etika fiskal ini harus dimiliki, dipahami dan dipraktikkan untuk setiap individu. Pendapatan tertinggi negara diperoleh dari sektor pajak, pajak ini digunakan untuk pengembangan infrastruktur dan infrastruktur di bidang lainnya.

Menurut penulis bahwa etika bisnis adalah tindakan dalam bisnis yang luar biasa dan menggunakan aspek standar, moral dan agama.  Di dalam dunia perpajakan, etika sangat di perlukan guna untuk meningkatkan kualitas perpajakan. Bahkan, sejak tahun 2007, Kementerian Direktorat Jendral Pajak mulai memperkuat etika perpajakan dengan sejumlah kebijakan.

 Pemerintah memiliki beberapa kebijakan untuk meningkatkan kesetaraan dan transparansi di antara para pengambil keputusan dan pengguna perpajakannya.

Kebijakan-kebijakan ini diaplikasikan melalui pola-pola organisasi dan kerangka sistem operasional. Pemerintah pun memiliki kesepakatan dan perjanjian untuk meningkatkan penerapan prinsip-prinsip etika. Pemerintah juga memiliki berbagai-bagai kesepakatan yang dibuat dengan organisasi profesi dan badan-badan profesi pemerintahan, seperti ICWA, IAAP, dan IFA. 

Bagi pengusaha, masyarakat umum dan ormas non keuangan yang terlibat di bidang perpajakan, akan mengecewakan bila mereka tidak mengetahui kedalaman etika perpajakan. Mereka tidak boleh terjebak dengan kebijakan yang dibuat hanya untuk tujuan pemungutan pajak atau bagi hasil. 
Pemerintah juga mulai memperkuat kualitasi pengguna perpajakan dan kepatuhan pengusaha melalui Program Penilaian Pengelolaan Pajak (PP3) yang terutama disesuaikan dengan perjanjian penyampaian hasil usaha (PPH), kontrak usaha, at.dan kebijakan lain-lain yang berkaitan dengan pengguna perpajakan. Akibatnya, kualitas pengguna perpajakan juga terhadap kualitas masuk yang diterima pemerintah. Diperlukan kebijakan yang terarah guna memungkinkan pengusaha mengoptimalkan sumber pendapatan mereka. 

Untuk itu, dengan UU No. 43 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang mulai berlakunya 1 Januari 2009, sejumlah kebijakan telah disesuaikan bagi pengusaha.

Kebijakan ini dapat menimbulkan dampak yang berbeda-beda terhadap permasalahan diantara pengusaha. Sebagian besar kebijakan dari UU No. 43 Tahun 2008 telah memperkuat kualitas serta kepatuhan pengusaha. Dengan demikian, masuk yang berasal dari pengusaha menjadi lebih banyak.

Kurangnya etika sosial juga sering terjadi pada masyarakat di negara berkembang. Hukum tidak memiliki arti yang penting bagi mereka. Orang-orang selalu hanya memikirkan hak dan hak istimewa mereka. Kewajiban sangat tidak diperhatikan. Berdasarkan pemikiran ini, membayar pajak sebagai suatu kewajiban tentu menjadi jauh lebih sulit untuk dilakukan. Kita menggunakan banyak dana untuk membangun industri dan kebijakan lainnya. Namun pajak masyarakat masih terjadi secara langsung, sebagaimana yang dilakukan oleh penguasa dan pemerintah daerah. Ini merupakan hal yang sangat membebani rakyat banyak.


Selain itu pembayaran pajak juga kurang diperhatikan oleh masyarakat. Termasuk masyarakat dalam menjalankan keutuhan sosial ekonomi, mereka tidak melakukan beberapa hal yang disebut sebagai etika sosial. seperti tidak membayar pajak, tidak berusaha memajukan perusahaan atau korporasi yang didirikan hingga menguntai peredaran uang.

Pembayaran pajak biasanya dilaksanakan oleh warga negara secara periodik atau bersifat instan. Jika dikontrol oleh pemerintah lebih dianjurkan agar jadilah sebagai salah satu bentuk pembayaran pajak yang paling baik bagi masyarakat, karena dengan demikian persoalan warga negara tidak tercatat jadi satu dari berbagai tugas pemerintah. Namun diperolehnya hukum membuat permasalahan masyarakat tidak tercatat sebagai satu bentuk keutuhan sosial ekonomi. Beberapa kritikan menganggap pembayaran pajak tidak menjadi satu bentuk pembayaran untuk masyarakat yang terkait dan kurang memiliki fungsi untuk masyarakat. Dalam arti ini, keutuhan masyarakat yang dilaksanakan oleh pembagian pajak atau pendapatan dari negara, sebagai bentuk keutuhan sosial ekonomi lebih terbatas. 

Namun demikian, pembayaran pajak tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk pembayaran untuk masyarakat yang terkait, meskipun harus ada keutuhan sosial ekonomi sebagai suatu bentuk keutuhan sosial ekonomi tidak tercatat oleh negara, sehingga keutuhan ekonomi tersebut menyebabkan permasalahan di dalam masyarakat menjadi semakin merajalah.

Pembayaran pajak merupakan bentuk keutuhan sosial ekonomi yang paling banyak terjadi di dalam masyarakat. Dalam arti ini, keutuhan sosial ekonomi yang merupakan satu bentuk dari seluruh bentuk keutuhan sosial ekonomi tentu akan tercapai secara berurutan. Hal ini menunjukkan bahwa keutuhan sosial ekonomi merupakan bentuk keutuhan sosial ekonomi paling dekat dan tepat.

Untuk itu perlu dilakukannya penerapan prinsip – prinsip dalam etika yang diantaranya adalah menurut Haurisa & Praptiningsih (2014: 1) mengutip pendapat Keraf bahwa ada lima prinsip dalam etika bisnis yaitu : 

1. Prinsip Otonomi: kemampuan seseorang bertindak berdasarkan kesadaran dirinya sendiri tanpa pengaruh dari pihak lain. 

2. Prinsip Kejujuran: sifat terbuka dan memenuhi syarat-syarat bisnis. 

3. Prinsip Keadilan: bersikap sama secara objektif, rasional, dan dapat dipertanggungjawabkan. 

4. Prinsip Saling Menguntungkan: tidak ada pihak yang dirugikan dalam bisnis. 

5. Prinsip Integritas Moral: memenuhi standar moralitas.

Selain itu, dalam penerapan etika bisnis, juga berfungsi untuk membangkitkan motivasi individu atau penyelenggara untuk terus meningkat, melindungi prinsip kebebasan negosiasi atau berdagang, dan dapat menciptakan keunggulan dalam kompetisi. Secara umum, tindakan yang kurang etis dari perusahaan akan membuat konsumen terprovokasi dan pada akhirnya akan muncul pembalasan.

Seperti contoh larangan pada sirkulasi suatu produk, pergerakan boikot, dan sejenisnya, lalu yang terjadi adalah penurunan penjualan perusahaan. Ini tentu berbeda dari perusahaan yang menghargai keberadaan etika bisnis, pasti akan mendapatkan peringkat kepuasan yang lebih tinggi. Nah, sampai di sini pembahasan kita tentang etika bisnis berpengaruh terhadap dunia perpajakan selanjutnya bagaimana kita bisa menerapakan etika bisnis didalam kepatuhan perpajakan.


Dari opini dan penjelasan diatas dapat disimpulakan bahwa perlu dilakukannya penerapan prinsip – prinsip dalam etika yang diantaranya adalah menurut Haurisa & Praptiningsih mengutip pendapat Keraf bahwa ada lima prinsip dalam etika bisnis agar pemikiran dan kegiatan dalam perpajakan di masyarakat bukan lagi menjadi hal yang menimbulkan permasalahan keutuhan sosial ekonomi dalam membayar pajak dan menjalankan peraturan perpajakan.


KELOMPOK : 
JONRI ARNAS (180301067)
RICO JHON VERYANTO W (180301070)

DOSEN : Agustiawan, S.E., M.Sc., Ak
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU

(MN)


[Ikuti Seputar Riau Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar