Disebut Syamsuar 'Gubernur Drakula' Mau dipolisikan ! AMPUN Riau : Kalau Bersih Mengapa Takut?

PEKANBARU, seputarriau.co - Laporan Gubernur Riau Syamsuar ke Polda Riau atas aksi "Gubernur Drakula" mendapat respon dari massa Aliansi Mahasiswa Penyelamat Uang Negara (AMPUN) Riau.
Korlap Aksi AMPUN Riau, Al-Qudri menilai laporan itu sebagai bentuk anti kritik dari seorang pejabat, dalam hal ini Gubernur Riau, Syamsuar.
"Jika memang pak Gubernur merasa tersinggung dan keberatan atas diksi yang dibawa pada aksi tempo lalu. Sebagai warga yang meghormati hukum di negara ini kami berpendapat sah-sah saja jika pak gubernur melakukan itu," kata Al-Qudri kepada klikmx.com, Jumat (25/6/2021).
Di negara Indonesia yang demokrasi ini, menurut Al-Qudri budaya kritik sangat biasa terjadi. Sebagai contoh, jabatan yang lebih tinggi dari Gubernur Riau yakni Presiden Joko Widodo dan Presiden Turki Erdogan juga sering mendapat kritikan.
''Artinya jika memang Gubernur Syamsuar kita merasa bersih dan tidak bersalah, mengapa harus takut dan kalang kabut,'' kata Al Qudri, dalam keterangannya.
Aksi yang dilakukan massa aksi AMPUN pada Rabu 2 Juni 2021 itu, jelas Al-Qudri. Karena pihaknya menilai penanganan korupsi bansos Siak di Kejati Riau terkesan lamban.
''Hal ini diduga karena status posisi politik Syamsuar adalah Gubernur Riau,'' terang Al-Qudri.
Menurut data miliknya, terkait dugaan korupsi Bansos itu, sudah ada Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor PRINT-09/L.4/Fd.1/09/2020, sudah ditandangani langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau, tertanggal 29 September 2020.
Kemudian, kelanjutan penangananya. Diketahui bahwa penyidik Pidana Khusus Kejati Riau, dalam kasus ini sudah pernah memeriksa Sekda Riau Yan Prana Indra Jaya Rasyid pada Desember 2020.
Sedangkan, Yan Prana sendiri, berstatus Sekdaprov non-aktif karena menjadi pesakitan dalam korupsi anggaran rutin di Kabupaten Siak.
''Dalam pemahaman kami, tentulah hal ini terkait kasus dana Bansos Siak. Sehingga awalnya kami gembira dan mengapresiasi kinerja Kejati Riau,'' beber Al-Qudri.
Namun endingnya berbeda, pihaknya menilai masyarakat Riau seperti terkena prank atau drama penegakan hukum. "Endingnya seperti prank. Karena Yan Prana ditahan bukan dalam perkara Bansos. Tetapi karena skandal korupsi anggaran rutin Bappeda Siak tahun 2013-2017 Siak Rp2,8 miliar, sementara Bansos jalan di tempat,'' jelas Al-Qudri.
Maka, karena arah penyelidikan Kejati Riau dari kasus Bansos menjadi anggaran rutin seperti pemotongan dana perjalanan dinas, belanja alat kantor, dan biaya makan minum di Bappeda Siak. Kemudian hingga kini masih menjadi misteri dalam penuntasan kasus-kasus korupsi di Riau, hal inilah yang mendorong pihaknya mendesak Kejati Riau bekerja tanpa pandang bulu.
Sedangkan, atas apa yang telah terjadi dan ditahannya Yan Prana Jaya. Pihaknya menduga penahanan Sekda non aktif ini terkesan sebagai strategi untuk melindungi orang tertentu dari jeratan hukum.
''Karena itu kami mendesak Kejati Riau agar serius menuntaskan kasus bansos untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Jaja Subagja, konsisten dan serius menyelidiki kasus dugaan korupsi Bansos Siak Rp56,7 miliar. Kami mendukung jaksa segera memeriksa Gubernur Riau, Kejati tidak perlu takut, apalagi sampai ciut,'' tegas Al-Qudri.
Sebelumnya, aksi demonstrasi yang digelar Aliansi Mahasiswa Penyelamat Uang Negara (AMPUN) Riau di Kejati Riau terkait pengusutan dugaan korupsi bansos Siak berbuntut panjang. Gubernur Riau Syamsuar mengadukan hal ini ke Polda Riau.
Kuasa hukum Syamsuar, Alhendri Tanjung dalam keterangannya mengatakan, aduan ini bukan soal materi demonstrasi tapi keberadaan poster yang menurut Syamsuar telah merendahkan dirinya. Dengan tulisan ''Tangkap Gubernur Drakula''.
Laporan Syamsuar, sebut Alhendri Tanjung, Gubernur Riau adalah secara pribadi membuat pengaduan masyarakat (dumas) ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) pada 21 Juni 2021.
''Gubernur merasa dirugikan secara pribadi dan jabatan. Terkait isi dari spanduk itu,'' sebut Alhendri.
Menurutnya, ini spanduk yang memuat karikatur Gubernur Riau Syamsuar sangat bertentangan dengan norma adat dan budaya Melayu. Respon dari Lembaga Adat Melayu Riau juga sudah menyampaikan keberatan itu.
Artinya, sambung Alhendri, bahwa penyampaian pendapat di muka umum harus menghormati adat istiadat daerah. Pendemo harus menjunjung tinggi kesopanan karena gubernur terpilih secara demokratis.
''Gubernur harus ditinggikan seranting, harus menyampaikan pendapat secara pantas,'' kata Alhendri.
Saat menyampaikan pengaduan ini, Gubernur kata Alhendri menyampaikannya langsung ke Polda Riau. Alasannya, kejadian ini sudah masuk dalam delik aduan yang tidak bisa diwakilkan.
''Bukan delik umum jadi harus yang bersangkutan membuat aduan,'' terang Alhendri.
Alhendri menyatakan laporan ini bukan gambaran Gubernur Riau Syamsuar anti kritikan. Dia menyebut Syamsuar terbuka dengan kritikan karena sudah sering menjadi sasaran demonstrasi.
''Namun jangan sampai menghina secara pribadi,'' pungkasnya.
Sumber : klikmx.com
(MN)
Tulis Komentar