ARTIKEL

Mengembalikan Idealisme Politik

Ilustrasi

PEKANBARU, seputarriau.co  - Dinamika politik di Indonesia belakangan ini banyak menimbulkan ketimpangan (disparitas) nilai, dimana idealisme politik bertentangan dengan realitas politik yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Proses-proses politik yang terjadi meningggalkan niali-nilai relijiusitas, sehingga politik tidak lagi menjadi kendaraan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, tetapi telah mengalami distorsi nilai yang hanya memperjuangkan kepentingan pribadi dan golongan.  Kehidupan politik sejatinya adalah untuk mewujudkan idealisme bagi masyarakat dan negara. Namun dalam prakteknya politik adalah untuk mempengaruhi dan menggiring pilihan dan opini masyarakat dengan segala cara. Sehingga, seseorang dan sekelompok orang bisa meraih kekuasaan dengan pilihan dan opini masyarakat yang berhasil di bangunnya atau dipengaruhinya.

Pendekatan sistem merupakan faktor penunjang kajian tentang perilaku politik (political behavior*red). Adapun kajian tentang perilaku politik terpusat pada perilaku manusia yang menyangkut soal politik atau perilaku politik dalam konteks politik. Artinya bahwa perilaku politik hanya merupakan salah satu aspek dari perilaku manusia pada umumnya dan terkait erat dengan perilaku lainnya seperti perilaku ekonomi, perilaku sosial, perilaku budaya dan perilaku agama.  Pendekatan sistem politik ditujukan untuk memberi penjelasan yang bersifat ilmiah terhadap fenomena politik. David Easton masih memegang posisi kunci dalam studi politik negara. Konsep penting yang digunakan adalah sistem, struktur, legitimasi, input, ouput, umpan balik (feedback), lingkungan equilibrium. 

Dalam pendekatan sistem politik, masyarakat adalah konsep induk sebab sistem politik hanya merupakan salah satu dari struktur yang membangun masyarakat seperti sistem ekonomi, sistem sosial dan budaya, sistem kepercayaan dan lain sebagainya. Sistem politik sendiri merupakan abstraksi (realitas yang diangkat ke alam konsep) seputar pendistribusian nilai di tengah masyarakat. Seiring dengan euforia reformasi yang berlangsung hingga kini memunculkan gejala dan kecenderungan relatif kuat untuk melibatkan seluruh struktur sosial masyarakat dalam persentuhan dengan dunia politik praktis baik langsung maupun tidak langsung berusaha untuk menarik semua elemen masyarakat pada dukungan-dukungan politik tertentu. 

Belakangan ini media yang menyajikan ragam politik sangat mudah di akses dan dibaca seluruh lapisan masyarakat. Melihat fenomena politik di Negara tercinta kita yang selalu beraroma kontroversi dan adanya pergeseran perilaku politik dari para tokoh dan aktor tertentu,  Misalnya saja tindakan korupsi seakan menjadi tren di lembaga eksekutif, legislatif serta jajaran birokrasi. Aktor politik yang menawarkan diri pada komunitas agama, pergeseran perilaku politik juga bisa dilihat dari keterlibatan tokoh-tokoh atau lembaga yang dulunya independen dan oposan menjadi partisan, dari fokus gerakan pada pembelaan dan pemberdayaan masyarakat menjadi politik kekuasaan. Perilaku politik para aktor mencerminkan gaya politik penuh dengan simbol-simbol tertentu. 

Foto : Penulis Alumni Ilmu Pemerintahan  UNRI, Adi Kurniawan S.IP Juga Pengurus ICMI Muda Provinsi Riau Bidang Pendidikan 

 

Jika kita kembali pada konsep pendekatan sistem politik sebagaimana yang telah dijelaskan di atas,  input (tuntutan - dukungan) dan output (keputusan –kebijaksanaan) mestinya dijalankan dari mesin (partai politik; kelompok kepentingan; lembaga eksekutif, lembaga legislatif; jajaran birokrasi; dan lembaga pengadilan) yang memiliki peran dan fungsinya. Mereka memainkan peranan dalam mengarahkan pembuatan kebijakan sehingga semua tuntutan dan dukungan dari struktur sosial masyarakat yang independen menghasilkan kebijakan dan kinerja nyata. Sebelum kebijakan dirumuskan, budaya politik partisipan sangat dibutuhkan  yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi sehingga tidak berpengaruh money politic, jual beli jabatan, suap. Masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik.  Mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum, tentang peran pemerintah dalam membuat kebijakan beserta penguatan, dan berpartisipasi aktif dalam proses politik yang berlangsung. Proses politik dimulai ketika kepentingan tersebut diungkapkan atau diartikulasikan. Implementasinya dalam sistem politik, antara lain: artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, pembuatan kebijakan, dan implementasi dan penegakan kebijakan. Proses tersebut tidak diwarnai dengan perilaku politik peraktis dan serat dengan unsur kepenting individu kelompok atau golongan.  

Sebaiknya setiap lembaga dan struktur sosial masyarakat ikut mengawasi kekuasan (To control the power) dan bukan bagaimana untuk memperoleh kekuasaan (To get the power). Sikap atau budaya politik sangat menentukan bagaimana kesiapan untuk bereaksi terhadap objek tertentu yang bersifat politik. Jika tidak posisi kekuasaan akan mencederai idealisme yang menyebabkan ambisi dan kepentingan yang berlebihan. 

(MN)

 


[Ikuti Seputar Riau Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar