SBY-Prabowo Bersepakat Kala AHY Mulai Berpikir Realistis

Foto : Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) saat bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (tengah) dan Agus Harimurti Yudhoyono pekan lalu. (dok. Partai Demokrat)

JAKARTA, seputarriau.co - Pertemuan antara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (30/7), melahirkan kesepakatan kerja sama koalisi untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Dalam pertemuan itu, juga disinggung mengenai fokus utama koalisi mereka, yaitu rakyat Indonesia yang menjadi tujuan kerja sama tersebut.

Dalam konferensi persnya, Prabowo menyatakan, pembicaraan secara empat mata dengan SBY cukup intensif, mendalam, dan cukup menjangkau ke depan. Dalam pembicaraan itu, juga diklaim ada kesepakatan di antara kedua belah pihak mengenai koalisi.
"Ada suatu kehendak dari kedua pihak untuk menjalin suatu sinergi kerja sama yang erat dalam menghadapi keadaan negara yang dalam kesulitan," ujar Prabowo di teras rumahnya didampingi SBY, di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (30/7).

Prabowo menambahkan, Partai Gerindra dan Partai Demokrat juga berkehendak keras untuk memberi solusi atas kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh bangsa saat ini. Kemudian juga, membahas secara perinci langkah-langkah ke depan yang disepakati untuk melaksanakan kerja sama politik yang terwujud dalam koalisi. Oleh karena itu, Prabowo juga mengajak partai-partai lain untuk bergabung ke dalam koalisi yang kuat guna memberi solusi dan harapan kepada rakyat.

"Secara substantif beliau (SBY) menyarankan ada tindakan yang lanjut, khususnya dalam menyusun visi dan misi ke depan dan langkah-langkah untuk kita persiapkan benar-benar mendeklarasikan calon presiden dan calon wakil presiden," tutur Prabowo.

Kemudian, terkait nama calon wakil presiden (cawapres), Prabowo menegaskan bahwa SBY tidak menuntut nama tertentu sebagai cawapres nanti. Justru, kata Prabowo, SBY menyerahkan sepenuhnya kepada dirinya jika didaulat menjadi calon presiden (capres) untuk memilih pendamping, dan Prabowo menganggap sebagai suatu kehormatan dan kepercayaan.

"Pilpres nanti merupakan keputusan krusial akan kita bicarakan lebih lanjut karena dinamika politik perkembanganmya dari hari ke hari. Perkembangan ini harus kita hadapi dan teliti dan saksama dengan petemuan intensif," ucapnya.

SBY pun mengonfirmasi, dirinya dan Partai Demokrat sepakat untuk mengusung Prabowo sebagai capres. "Kalau ditanya apakah masih ada diskusi Pak Prabowo presiden atau tidak, kami datang dengan satu pengertian Pak Prabowo adalah calon presiden kita," kata SBY disambut tepuk tangan pimpinan kedua partai yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Selanjutnya, SBY menyerahkan sepenuhnya kepada Prabowo untuk mengambil keputusan siapa calon wakil presiden (cawapres) yang akan menjadi pendampingnya. "Yang penting rakyat memberi dukungan yang kuat. Diyakini, pemerintahnya bisa mengemban dengan baik," kata presiden keenam RI tersebut.

Siapa cawapres Prabowo?

Kesepakatan yang telah dibuat antara SBY dan Prabowo menyisakan pertanyaan, 'Siapa yang akan mendampingi Prabowo sebagai cawapres?' Pertanyaan itu belum bisa terjawab setidaknya hingga ada kesepakatan di antara parpol koalisi pendukung Prabowo.

Seperti diketahui selama ini, PKS sebagai sekutu setia Gerindra sejak 2014, menuntut cawapres Prabowo harus berasal dari kader mereka. PKS bahkan berani ambil ancang-ancang untuk hengkang dari koalisi Prabowo jika tak berhasil mendapatkan kursi cawapres pada Pilpres 2019.

Prabowo pun harus mempertimbangkan usulan hasil Ijtima' GNPF Ulama yang berakhir pada Ahad (29/7). Ijtima' itu menghasilkan rekomendasi Prabowo sebagai capres dan dua cawapres. Dua usulan cawapres ulama adalah petinggi PKS, Salim Segaf Aljufri dan Ustaz Abdul Somad.

Pada hari yang sama dengan saat SBY dan Prabowo bersepakat, Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengeluarkan pernyataan realistisnya. Padahal selama ini, AHY adalah rekomendasi utama Demokrat sebagai cawapres Prabowo.

"Saya tentu sama seperti kader Demokrat lain. Saya juga yakin partai-partai lain juga mempunyai harapan kader-kadernya bisa mendapat peran baik, apakah itu dalam posisi cawapres. Tapi ekspektasi itu tentu harus disesuaikan realitas politik," ujar AHY di Jakarta, Senin (30/7).

AHY mengatakan yang dapat dilakukannya bersama Partai Demokrat saat ini adalah membuka komunikasi seluas-luasnya. Komunikasi untuk melihat apakah ekspektasi yang ada sesuai dengan realitas politik atau tidak.

"Apakah nanti ekspektasi ini sesuai dengan apa yang ditampilkan sejumlah lembaga survei terkait  elektabilitas, di mana nama AHY sebagai salah satu alternatif dan saya bersyukur sekali atas hal itu," kata AHY.

AHY menekankan dirinya saat ini terus berupaya mempersiapkan diri menghadapi segala macam skenario yang mungkin akan dihadapinya nanti. "Saya tidak pernah tahu takdir Tuhan. Apakah saya ditakdirkan berkompetisi, atau jalan lain, yang jelas saya terus berjuang, berikhtiar," kata dia.

Respons kubu Jokowi

Kesepakatan antara SBY dan Prabowo juga direspons oleh kubu koalisi pendukung Joko Widodo (Jokowi). Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani menyebut, kesepakatan koalisi antara Partai Demokrat dan Partai Gerindra untuk Pemilihan Presiden 2019 mendatang belum final.

"Masih terlalu pagi untuk menyebut bahwa koalisi tersebut merupakan koalisi yang final, selama belum jelas secara detail apa kesepakatannya, termasuk apakah Partai Demokrat rela kalau ternyata AHY bukan bakal cawapres yang akan berpasangan dengan Prabowo," ujar Arsul kepada wartawan, Senin (30/7).

Sebab, Arsul menilai, penjelasan kesepakatan koalisi kedua partai tersebut belum detail. "Konten penjelasan yang disampaikan kepada media masih merupakan loose leaf agreement antara kedua pihak yang bisa saja tidak berlanjut ketika syarat-syarat detail tidak tersepakati," ujar Arsul.

Arsul melanjutkan, apalagi dengan komunikasi yang gencar dilakukan partai di poros luar Jokowi belakangan ini menunjukkan ada kesulitan di antara poros tersebut. Khususnya untuk menentukan nama cawapres.

"Tarik-menariknya terasa kuat sekali antara Gerindra dan tiga parpol lainnya itu, Partai Demokrat, PAN, PKS, dan juga dengan elemen nonparpol, seperti mereka yang berkumpul dalam forum ijtima' ulama," ujar Arsul.

Hal ini, kata anggota Komisi III DPR, jelas berbeda dengan suasana di partai koalisi pendukung Joko Widodo. "Dalam soal penentuan paslon ini yang berada di koalisi Jokowi terasa lebih santai daripada suasana tarik-menarik yang ada di luar koalisi ini. Meski situasi yang dihadapi oleh mereka yang di luar koalisi Jokowi itu hal yang wajar saja dalam proses politik," ujarnya.

Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily tak mempersoalkan bergabungnya Partai Demokrat dengan poros Prabowo Subianto. Partai Golkar justru berharap poros tersebut segera mengumumkan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung di Pilpres 2019.

"Partai Golkar tentu menghormati langkah Partai Gerindra dan Partai Demokrat untuk kerja sama koalisi. Semoga segera diumumkan siapa pasangan calon presiden dan wakil presidennya," ujar Ace kepada wartawan, Senin (30/7).

Sebab, ia menilai, koalisi partai poros Prabowo Subianto masih memiliki pekerjaan rumah untuk menyepakati cawapres untuk Prabowo. Apalagi, setelah Partai Demokrat telah resmi bergabung ke dalam poros tersebut, membuat penentuan cawapres tidak akan mudah.

"Tidak mudah memang untuk menyatukan persepsi dan menyamakan figur yang disepakati. PKS kan juga mengajukan calon wapresnya. Bahkan, PAN mengajukan capresnya sendiri," kata Ace.


Sumber : republika
(MN)


[Ikuti Seputar Riau Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar