IKMI dan Tantangan Sejarah

Foto : DR. Elviriadi S.Pi M.Si Bertanjak di depan Istana Siak Juga Sosok yang Bergabung dalam Organisasi Muballigh IKMI Pekanbaru


PEKANBARU, seputarriau.co  - Perjalanan waktu meninggalkan jejak yang jujur. Berlaku universal, pada individu atau organisasi tempat manusia mempertemukan ide. Tak terkecuali IKMI, sebuah organisasi tempat berhimpun muballigh pengusung dakwah islamiyah. Umur nya memasuki setengah abad. Berbagai lintasan, lika liku luka, pahit manis, dan cita cita terukir sejauh perjalanan dakwah  para asatid didalamnya.

Kiprah kelahiran IKMI, Ikatan Masjid Indonesia yang kemudian berganti  Idarah Kemakmuran Masjid, tentu tak lepas dari dinamika umat islam indonesia dan kondisi kebangsaan.

Konon, Bapak Mohammad Natsir tokoh kenamaan itu, setelah Masyumi dibubarkan Bung Karno segera melirik ladang dakwah. Ia membentuk Dewan Dakwah (DDII) dan sejurus kemudian meletakkan cikal bakal IKMI.

Begitu cerita yang pernah penulis dengar dari sesepuh IKMI, yang sebagian telah berpulang ke rahmatullah. Sebagian  kader dakwah IKMI, seperti Drs. Mukni, Drs. Mukhsin Zaharie, Usman Dalimonte (alm), dll sempat terjalin langsung dengan Pak Natsir, Tsakib Mahmud, Buya Hamka, Kasman Singodimedjo dan lainnya. Tampaknya, jika melihat irisan dgn masa lalu,  narasi besar yang dicitakan inspirator IKMI adalah melahirkan ulama pejuang yang mampu menjawab problematika umat, kebangsaan dan aqidah dalam satu tarikan nafas.

Seorang muballigh (IKMI) tidak dituntut untuk mengajarkan dakwah mimbar belaka, melainkan merangkap sebagai murobbi zaman, pembelajar tekun, waspada terhadap rekayasa ghouzul fikri,  dan bersama umat membangunkan peradaban islam yang nyenyak tidur.

Penulis bersyukur, sewaktu kuliah di UNRI dahulu, sempat membaca buku terbitan Gema Insani Press yang trend di era 80-an dan berakhir di era 90-an.

Dari buku buku yang ditulis  mubaligh-pejuang Fathi Yakan, Abdullan Nashih Ulwan, Jamaluddin Al Afgani, Abduh,  Muhammad Qutb,  tergambarlah betapa medan dakwah itu kadang kala rumit, penuh onak ranjau, sehingga ada yang berjatuhan dijalannya. Seperti lirik Nasyid Hijaz " berjuang memang pahit Karena surga itu manis."

Bagi kader dakwah yang terhimpun di IKMI, tugas menyampaikan risalah islamiyah tak bisa ditawar. Ia sudah menjadi way of life (jalan kehidupan) dan makna kehidupan yang indah menawan. Cita cita besar menyelamatkan umat dari kefasadatan dan kerugian akhirat telah tertanam di hati, sehingga berputiklah militansi.

Pertanyaan Sejarah

Namun begitu, gelombang tantangan dakwah dewasa ini bukanlah kecil. Kemajuan teknologi haruslah tidak memerosokkan muballigh IKMi ke dalam budaya instant. Menggali ilmu dari kitab dan menziarahi ulama akan lebih memberi kesan dan keberkahan. Kaderisasi dai-pejuang harus terus diupayakan melalui talaqqi, mudzakaroh isu kontemporer memerlukan pengorbanan waktu, tenaga dan maal (dana pribadi*red).

Berbeda dengan era Masyumi Natsir dan Mukni muda,  dunia era milineal sedang gegap  gempita dengan materi. Manusia  berlomba lomba mengejar materi, silau dan nyilu hati, terpukau dengan kemegawahan bendawi. Pertanyaan sejarah menyeruak, akankah dai dai bertahan dengan keyakinan ukhrowi demi menjemput tugas risalah Nabi ? Apakah tetap menarik terma terma  ideologis; at tadhiyah (pengorbanan), at thoah (ketaatan), at tandzim (penguatan organisasi) dan membela tauhid ?

Semua terpulang pada diri masing masing muballligh. Tak ada dua cinta dalam satu hati, Wallahualam.

Elviriadi, Penulis muballigh IKMI Pekanbaru

(MN)


[Ikuti Seputar Riau Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar