Mengulik Makanan Khas Sakai yang Populer di Desa Petani-Sakai
BENGKALIS, seputarriau.co - Kota atau daerah memiliki makanan khas yang menjadi oleh-oleh setiap kali berkunjung maka kota duri kecamatan mandau belum memiliki hal itu. Daerah-daerah sempadannya, pekanbaru misalnya memiliki penganan bolu kemojo, Bengkalis dengan lempuk durian, Dumai dengan selai noneh, atau di Bagan siapi-api dengan kacang pukul.
Salah satu makanan khas di Desa Petani berasal dari Suku Sakai yaitu Mengalo, Dari dahulu hingga sekarang mengalo sangat populer di kalangan masyarakat Sakai. Di Desa Petani hanya satu orang yang ahli dalam pembuatan mengalo yaitu Ibu Nidar. Tim KKN Pedagogik langsung mengunjungi kerumah beliau. Salah seorang dari Tim KKN Pedagogik bertanya kepada Ibu Nidar, “Buk mengalo ini berasal dari mana dan mengapa menjadi makanan khas Suku Sakai?”. Ibu Nidar menjawab, “Mengalo ini sudah dari nenek moyang dahulu, pada zaman peperangan dimana dahulu sangat sulit menemui beras karena tanaman yang paling banyak di daerah ini adalah Ubi, sehingga masyarakat Sakai mengolah ubi menjadi mengalo sebagai pengganti nasi zaman dahulu, dan hingga sekarang”, Ungkapannya.
Pembuatan mengalo berlangsung di rumah Ibu Nidar yang merupakan satu-satunya di desa tersebut yang ahli dalam membuat mengalo. Tim KKN Pedagogik Desa Petani mengobservasi secara langsung pembuatan mengalo pada hari Minggu tanggal 26 Juli 2020 pukul 09.00 WIB, dengan membantu mengupas ubi kayu sebanyak 100 kg yang kemudian di cuci hingga bersih lalu di parut dengan mesin parut kelapa. Ubi yang telah halus di rendam selama 24 jam kemudian di peras hingga mengering dan siap untuk di gonseng.
Mengalo tidak langsung selesai dalam sehari, membutuhkan paling cepat 3 hari dalam pembuatannya sehingga Tim KKN Pedagogik Desa Petani mengikuti pembuatannya dalam waktu yang tersebut. Keesokan harinya tanggal 27 Juli 2020, pembuatan mengalo dilanjutkan dengan menggonseng ubi halus yang telah di keringkan. Proses penggonsengan dilakukan pada kuali yang cukup besar dan api kayu bakar dengan panas yang stabil agar didapatkan kematangan yang merata hingga berwarna sedikit kecoklatan, mengalo siap untuk di konsumsi. Mengalo yang sudah jadi sebanyak 100 kg dimasukkan kedalam karung gula, lalu di jual ke kedai terdekat.
Di daerah Riau, tidak semua tempat dapat ditemui mengalo hanya daerah terdekat dengan masyarakat Sakai yang mengenalnya. Sehingga Tim KKN Pedagogik tertarik untuk mengenalkan mengalo ke seluruh daerah, dengan membuatkan kemasan yang akan menarik minat pembeli terhadap mengalo.
Selama proses pembuatannya, Ibu Nidar juga membahas tentang manfaat dan cara konsumsi mengalo. “ Mengalo ini bisa dimakan langsung dengan sambal apapun, karena mengalo ini bisa sebagai pengganti nasi atau bisa juga dibuat bubur dengan di beri gula dan siram dengan air panas rasanya enak juga. Tapi biasanya orang Sakai suka mengkonsumsinya langsung dengan sambal pengganti nasi” Ujar Ibu Nidar memaparkan cara mengkonsumsi mengalo. Tim KKN Pedagogik Desa Petani juga mencoba cara mengkonsumsi mengalo.
Manfaat mengalo bagi kesehatan juga dipaparkan oleh Ibu Nidar, “Mengalo ini sering dicari oleh pihak rumah sakit untuk dibeli dan dijadikan makanan pengganti nasi untuk penderita diabetes”. Setelah mendengar pernyataan Ibu tersebut, dapat diketahui bahwa mengalo dapat mengurangi kadar gula darah sehingga dengan mengkonsumsinya mendapatkan khasiat yang baik bagi tubuh.
(MN)
Tulis Komentar