Lemahnya Tingkat Pendidikan Menjadi Pemicu Meningkatnya Perceraian Di Rohil

Miris, Tahun 2016 Angka Perceraian Di Rohil Meningkat Dua Kali Lipat

BAGANSIAPIAPI, seputarriau.co - Berdasarkan data dari Pengadilan Agama (PA) Ujung Tanjung Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), tingkat perceraian yang terjadi pada tahun 2016 meningkat dua kali lipat dari pada tahun sebelumnya 2015. Pada tahun 2015 tingkat percerian di PA Ujung Tanjung mencapai 561 perkara.
 
Dari keterangan Pj Humas Pengadilan Agama Ujung Tanjung, Diana Evrian Nasution, S.Ag, SH, peramasalahan rumah tangga yang diselesaikan oleh PA Ujung Tanjung mencapai 441 perkara.
 
"Berfariasi jumlah perkara yang telah masuk ke meja kami, antara lain cerai talak yang diajukan oleh pihak suami sebanyak 136 perkara, sedangkan pengejuan cerai dari pihak istri sebanyak 425 perkara. Untuk kasus gugatan cerai dari suami telah kita selesaikan sebanyak 109 perkara, 332 perkara untuk pengejuan cerai pihak istri," jelasnya, Rabu (13/04/2016).
 
Lanjut Diana, disamping lemahnya tingkat pendidikan yang menjadi tingginya kasus perceraian rumah tangga yang terjadi, kelalaian sebagai suami untuk menjalankan kewajibannya dalam memberikan nafkah kepada sang istri juga menjadi salah satu sebab. Selain itu, pengaduan yang kerap sampai kepada PA adalah karena kepergian suami yang tidak pamitan kepada istri menyebabkan istri menjadi selingkuh. Sebagian besar mereka yang mengajukan perceraian merupakan lulusan pendidikan SLTA ke bawah.
 
Diana juga menepis dugaan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan faktor utama tingkat perceraian di Rohil. Katanya, KDRT hanya salah satu pemicu pertengkaran yang disebabkan oleh kurangnya perhatian dari suami karena lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengkonsumsi narkoba.
 
"Perceraian yang banyak terjadi di dominasi oleh kalangan keluarga petani. Untuk PNS, kasus perceraian hanya mencapai 30 persen. Sedangkan sisanya dari kalangan umum," bebernya.
 
Menurutnya, PA mencoba memediasi pasangan yang mengajukan gugatan cerai. Sebagian ada yang mau berdamai dan ada juga dilanjutkan melalui legitasi. Rendahnya tingkat pendidikan, kata Diana, menyebabkan orang sulit mencari pekerjaan. Pendapatan yang diterima, tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga sehingga banyak istri yang menggugat cerai kepada suami.
 
"Dari bulan Januari hingga maret 2016, cerai talak mencapai  48 perkara. Sedangkan cerai gugat yang diajukan istri sebanyak  128 perkara," cetusnya.
 
Diana mengharapkan, penyuluhan hukum mutlak harus dilakukan agar tidak ada lagi perceraian liar. Artinya, mereka mengakhiri hubungan dengan cara menjatuhkan talak. Namun status perceraiannya tidak terdaftar di PA.
 
"Perlu kerjasama dengan pemerintah setempat untuk sosialisasi hingga ke tingkat kepenghuluan. Tujuannya agar tidak terjadi lagi perceraian liar disini," pungkasnya.
 
 
 
(IS/grc)